KEK Palu dibangun dengan janji besar: menghadirkan lapangan kerja, menarik investasi, dan mempercepat pemerataan ekonomi di Sulawesi Tengah. Kenyataannya: investasi memang datang — tetapi rakyat yang “menonton” sering dilibatkan minim.
Badan pengelola, PT Bangun Palu Sulawesi Tengah, bekerja di balik pagar kawasan industri dengan sedikit transparansi publik. Rakyat sekitar tidak tahu berapa investasi yang masuk (belum Rp triliunan), siapa tenant-utama, bagaimana lahan dibebaskan, atau bagaimana CSR dijalankan. Realisasi investasi hingga Triwulan III 2023 tercatat Rp 773 miliar (hanya 0,84 % dari target). Satudata Kemnaker
Hukum sudah jelas: UU 39/2009 memberi hak kepada masyarakat sekitar KEK untuk berpartisipasi dan memperoleh manfaat. Tetapi di lapangan, partisipasi lebih sering jadi “undangan seremoni” daripada hasil dan manfaat nyata.
Laporan keuangan 2023 menyebut kerugian bersih perseroda sebesar Rp 1.216.896.505. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah Alih-alih dirasakan sebagai mekanisme pemerataan, proyek ini berisiko jadi simbol bahwa investasi besar hanya menguntungkan elite—sedangkan rakyat masih menunggu.
Kita harus bertanya: Untuk siapa KEK ini dibangun? Jika bukan untuk rakyat, maka ini hanya proyek megah tanpa jiwa. Keadilan ekonomi lahir dari transparansi, partisipasi, dan keberpihakan. KEK Palu harus menjadi bukti bukan pengecualian.
Redaksi Media Nasional Pembangunan Bangsa – binabangunbangsa.com
Balai Bahasa Sulteng Gelar Forum Konsultasi Publik Untuk Tingkatkan Kualitas Pelayanan
Semangat Kepemudaan dan Pengabdian: Pengurus IKPMST 2025–2026 Resmi Dikukuhkan di Kota Bandung
Gerakan Nasional Revolusi Mental Tahun 2025, Prijanto: Membangun Karakter, Meneguhkan Jati Diri Bangsa