Jakarta, Konstitusi tidak punya Pintu Darurat, maka itu RPKUUD 1945 memberikan usulan sebagai cara untuk Kembali ke UUD 1945 yang diamanatkan oleh founding fathers Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Mayjen TNI Pur. Prijanto pada acara rembuk curah pendapat bersama tokoh-tokoh akademisi dan intelektual pada hari kamis, 9 Mei 2024 di Jakarta.
Sebelumnya Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo merilis buku terbaru berjudul “Konstitusi Butuh Pintu Darurat: Urgensi Memulihkan Wewenang Subjektif Superlatif MPR RI”, di Jakarta. (17/01/2024).
RPKUUD 1945
Untuk diketahui bahwa RPKUUD 1945 adalah singkatan dari Rumah Persiapan Kembali ke UUD 1945, yang merupakan konsep pemikiran dari Prijanto bersama para tokoh bangsa yang dibentuk untuk merumuskan cara Kembali ke UUD 1945 dalam rangka mengantisipasi ancaman disintegrasi bangsa dan negara dampak dari amandemen 4 kali UUD 1945 dari tahun 1999 – 2002.
RPKUUD 1945 menyadari bahwa UUD 1945 memang perlu ada penyempurnaan untuk menjawab kebutuhan dan tantangan ke depan. Prijanto pun mengatakan bahwa hal-hal yang baik dari hasil amandemen, selama masih sesuai dengan Pancasila dan isi makna yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, tetap akan dicantumkan. Semisal tentang pasal pembatasan masa jabatan presiden. Di mana pasal perubahan dan/atau penambahan itu disusun sebagai adendum yang dicantumkan tidak terpisah dengan naskah asli UUD 1945.
Hasil Kajian Tentang UUD 1945 Hasil Amandemen 4 kali
Lagipula sudah banyak hasil kajian dan berbagai pendapat dari para Guru Besar Universitas dan para ahli hukum tata negara, bahwa dalam UUD 1945 hasil amandemen (1999-2002) hampir semua pasal dan ayat berubah dan tidak senafas dengan amanat Pembukaan UUD 1945 dan nilai-nilai Pancasila yang seharusnya menjiwai di setiap isi bab, pasal dan ayat, termasuk penjelasan yang dihilangkan dalam batang tubuh UUD 1945 hasil amandemen, yang kesemuanya itu mengakibatkan daya rusak di semua bidang dan lini kehidupan berbangsa dan bernegara yang dirasakan oleh seluruh rakyat saat ini.
Kondisi Rakyat Indonesia Saat Ini
Rakyat saat ini merasakan dan menghadapi persoalan biaya kehidupan yang semakin tinggi, terutama biaya pendidikan dan kesehatan. Harga sembako, BBM dan biaya listrik yang selalu naik. Akses lapangan kerja dan usaha yang semakin sempit. Termasuk masalah pengelolaan dan distribusi sumber daya alam yang seharusnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ketimpangan ekonomi dan sosial yang semakin dalam yang mengancam disintegrasi bangsa dan negara serta masih banyak lagi dampak UUD hasil amandemen 1999-2002 itu.
Oleh karena itu menurut Prijanto perlu dipikirkan langkah-langkah dan bagaimana cara untuk Kembali ke UUD 1945 yang bisa dan dapat diterima oleh semua kalangan elit bangsa. Itulah yang mendasari perlunya didirikan Rumah Persiapan Kembali Ke UUD 1945 (RPKUUD1945) yang kemudian akan disempurnakan dengan Adendum melalui proses musyawarah oleh semua komponen bangsa.
“Kembali ke UUD 1945 melalui Sidang Istimewa MPR adalah tidak mungkin, karena UUD hasil amandemen telah menjadikan MPR hanya sebatas lembaga negara yang sejajar dengan DPR dan DPD serta lembaga negara yang lainnya. Di sisi lain, MPR saat ini bukan representatif rakyat Indonesia, jadi tidak logis MPR yang saat ini diberi tugas untuk kembali ke UUD 1945”, kata mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012 ini.
Apalagi kata Aster Kasad 2007 ini, wacana kembali melalui referendum adalah langkah harus dihindari karena kita tidak ingin terulang lagi akibat referendum yang membuat lepasnya wilayah Timor-Timur dari NKRI pada masa pemerintahan Presiden Habibie pada 1999 lalu.
Cara Kembali Ke UUD 1945
Oleh sebab itu Prijanto mengusulkan cara kembali ke UUD 1945 adalah melalui Keputusan Presiden selaku Kepala Negara tentang Dekrit Presiden yang telah terkoordinasi, sehingga dapat diterima oleh semua kalangan elit bangsa dan negeri ini. Keputusan itu disusun berdasarkan kehendak rakyat melalui kajian akademisi dan musyawarah kebangsaan yang menentukan langkah-langkah perbaikan demi tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia ke depannya.
Acara rembuk curah pendapat kali ini dihadiri Prof. Dr. Yudhie Haryono, Dodi Budiatman, Asy’ari Muchtar, Rudi Irawan, Yusuf Hasan, Yudi Pratama, Kirdi Putra, Datep Purwa Saputra, Nur Ridwan, Herman, dan Tony Hasyim. Kesemuanya memberikan pandangan dan pendapatnya, yang kemudian dirangkum sebagai risalah untuk tindak lanjut pada pertemuan RPKUUD 1945 berikutnya. (red)